Next

Selasa, 06 April 2010


CINLOK




Zaman sekarang ini semakin lama makin edan. Banyak manusia yang tak menyukai buatan dalam negeri. Entah apa yang dibanggakan dari negara lain. Toh tak jauh beda buatan dalam negeri lebih bermutu. Kan jika kita membeli produk dalam negeri dapat menambah devisa negara. Benar gak ? Lha bangsa Indonesia tak mau mencintai produk bangsanya sendiri. Bagaimana mau bangkit dan maju. Ditambah dengan tumbuhnya cinta dihati para pasangan kekasih. Cinlok yang tak asing lagi terdengar di telinga. Banyak kalangan artis yang memberdayakan cinlok. Dan dilestarikan oleh para kalangan remaja saat ini. Khususnya banyak dikalangan siswa SMA. Dari semua yang ada dikalangan SMA. Satu ini kisah yang paling seru untuk diperbandingkan.
Putra adalah seorang siswa SMA Negeri 1 Malang. Dia anak yang tak pernah diam didalam kelas. Satu hari saja dia tidak masuk kelas, seakan sunyi tanpa kehadirannya. Tetapi jika Putra tak masuk sekolah, ada perempuan sangat senang, dia adalah siswi SMA Negeri 1 Malang, 1 kelas dengan Putra, namanya adalah Putri. Asal mulanya Putri marah dengan Putra saat Putra terus menerus mengejek, meriyok dan menyindir Putri. Karena rasa sakit hati Putra akan cintanya yang tak diterima oleh Putri. Sebelum tersampaikannya ungkapannya itu pada Putri. Putra dan Putri bersikap sewajarnya teman biasa. Tetapi karena ulah Putra yang makin hari dibenci oleh Putri, menjadikan perpecahan dan kesalah pahaman pada mereka berdua. Hingga saat ini Putri masih merasa benci dengan Putra.
Seperti biasanya istirahat pertama, setelah menerima pelajaran selama 4 jam x 35 menit. Putra dan teman-temanya saling bercanda tawa dengan model tertawa yang bervariasi. Iseng-iseng Putra menjahili Putri dari belakang dengan melempar sobekan kertas yang dibentuk bola.
“Siapa ni ... kurang kerjaan aja !”
“Putra lo Put yang lempar bukan aku !”
“Kamu tu usil banget to Put ... jo aneh-aneh to !”
“Corry Putri ... Cuma pengen jailin kamu kok !”
Putri yang tersipu malu mendengar pengakuan Putra yang jujur berbicara dihadapan Putri. Makin lama Putri terbiasa dengan kejahilan Putra. Tak segan-segan putri membalas Putra dengan setimpal kejahilannya. Putrapun menanggapinya dengan penuh canda dan tawa. Senang kepuasan dengan iseng-iseng jahil. Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Hari ini Putri dijemput seperti biasanya oleh ayahnya. Tetapi karena Putri menunggua ayahnya lama sekali. Dia ditawari Putra untuk diantar pulang sampai rumah. Karena arah pulang yang satu arah. Putri dengan senang hati menerima tawaran Putra. Karena Putri tak mau pulang telat, karena bisa dimarahi ibunya. Putra mengantarkan Putri didepan rumahnya.
“Makasih ya Putra, ndak mampir dulu ?”
“Ndak usah makasih, udah ya Putri !”
“Ya ... hati-hati !”
Putri langsung masuk kedalam rumah, membereskan semua perlengkapannya sekolah. Dan segera menyantap makanan yang ada dimeja makan, bersama ibunya dan adik-adiknya. Papanya yang tak bisa pulang lebih awal, karena ada meeting dengan client mendadak dikantor.
“Putri tadi siapa yang nganter kamu pulang ?”
“Bu’ pacarnya mbak Putri !”
“Huys ... Farah aneh ... aneh. Bukan ... tadi temanku 1 kelas namanya Putra. Tadi ayah telefon g’ bisa jemput, trus aku dibonceng Putra ya mau aja !”
Setiap hari tak pernah telat, tak mengenal waktu ataupun tempat, Putra selalu mzan dengan Putri. Putri yang menanggapi dengan penghilang rasa bosan, sentuk ataupun BT. Semakin terbiasa dengan tingkah laku Putri.
Pukul 15.00 Putri bersiap-siap untuk pergi mengikuti ekstra renang di Mutiara tempat pemandian. Ratna yang lupa akan janjinya dengan Putri untuk menjemput Putri. Ratna yang enak-enakan tidur dengan pulasnya. Tersentak kaget mendengra telfon dari Putri.
“Hallo Put ... da apa ?”
“Ratna ... jadi gak ... tes renang lo !”
“Eh ... ya ... ya ampun Put ku lupa !”
“Sek tunggu bentar yo ... tenang ... tenang bisa ngebut. Oke tunggu bentar !”
“Ya cepat lo Rat ... tak tunggu, hati-hati !”
“Ya ... ya”
Ratna segera ganti baju dan meyiapkan perlengkapan renang akan masuk kedalam ransel. Dengan terburu-buru ia memarahi semua yang ada dirumahnya. Segera Ratna tancap gas menuju rumah Putri dengan kecepatan 80 km / jam. Mereka datang sudah banyak teman sekelasnya sudah menanti di dalam kolam. Mereka segera ganti baju dan siap untuk menjalankan tes. Semuanya sudah mengikuti tes, tinggal Ratna dan Putri. Jadi mereka berdua harus balap renang untuk tes renang kali ini. Pak Kurnia yang mengambil nilai dari masing-masing kemampuan para siswa. Ratna yang memenangkan lomba melawan Putri kali ini. Menambah nilai plus untuk Ratna. Putra mengejek Putri karena kalah melawan Ratna. Putri membalasnya dengan menyipratkan air ke Putra. Dan Putra membalasnya kembali dengan mencipratkan pada Putri. Adegan itu terus berlanjut sampai ada salah satu yang mengalah.
“Putra sudah ! dingin tau”
“Halah putri ... Putri ... Huh ... payah. Puti kalah”
Biarin EGP, dah capek”
Mei yang ketua regu hari itu mentraktir semua anggotanya dikantin kolam renang Mutiara. Putri yang datang terlambat tak dapat bagian. Semua sudah bubar. Segera Ratna memakan es krimnya dan mengajak pulang Putri. Putra mengaku bahwa dia sudah menaruh hati pada Putri. Dan berharap agar cintanya diterima oleh Putri. Putra terlalu cinta pada Putri sampai diketahui oleh semua teman sekelasnya. Ozin teman sekelas Putra yang mengetahui perasaan pada Putri. Putri selalu mengolok-olok Putra dengan Putri. Putri yang merasa terganggu dengan olokan itu. Tak hanya Ozin saja banyak teman yang lain mengejeknya. Putra yang tersipu malu, sedangkan Putri yang merasa jengkel akan semua ejekan. Sikap Putra kepada Putri berubah. Bahasa SMS sudah berubah, maksud ingin Putri menjadi bidadari hati dalam hidupnya. Putri merasa terganggu dan tak mau Putra sakit hati lebih lama. Karena Putri tak suka pada Putra dan menganggapnya hanya sebagai teman biasa.
Sikap Putri yang menghindar pada Putra semakin terlihat jelas. Putra mengerti bahwa cintanya bertolak belakang tanpa balas oleh Putri. Putra yang sering curhat dengan Ratna teman sebangku Putri akan perasaannya pada Putri. Ratna memahami betul akan perasaan Putra pada Putri. Tetapi kesalahan Putra juga karena terlalu over akan sikapnya pada Putri. Sehingga Putri tak suka akan sikap dan tingkahmu yang clometan didalam kelas.
Ingin berubah juga sudah terlambat, memang sulit untuk memikat hati Putri, disakiti satu kali sulit untuk meminta maaf padanya. Meskipun kesalahan sedikit tetapi memang menyinggung hatinya. Tetapi Putra tak menaruh dendam padanya. Pada hari kasih sayang identik dengan hari coklat. Pagi-pagi sekali Putri sudah datang. Duduk dibangkunya sambil mendengarkan lagu lewat handphonenya. Tak disangka Putra datang lebih apgi dan memang disengaja untuk memberikan kado pada Putri atas permintaan maafnya pada Putri.
“Pagi Putri ... ni kado buat kamu, met hari valentine ya !”
“Eh apa ni Putra ... ndak, ndak, apa ni ndak mau ... ndak usah !”
“Udah to ! Mohon diterima, maafin aku ya !”
“Ya udah makasih banyak.”
Pulang sekolah Putri dan sederet bangkunya tak meninggalkan sekolah lebih dahulu. Putri membagi dan menikmati kado dari Putra bersama-sama temannya. Ternyata setelah dibuka isinya coklat yang banyak sekali. Semua segera berebut. Putri tak mau memakanya karena tak menyukai Putra. Entah apa yang membuat putri sebenci itu dengan Putra sampai-sampai tak menikmati pemberian di hari kasih sayang ini kepada Putri.
“Put ... enak lo coklate pech Putra suka banget ma kamu sampai ngasih kado segala. Coba dech kamu makan ! nanti nyesel”
“Ku dah kenyang Rat ... kamu makan ma teman-teman aja !”
Sesampainya dirumah Ratna melihat hpnya di atas meja belajar bergetar. Ternyata Putra yang menelfon, segera Ratna menaruh tas dan melepas sepatunya. Bergegas dia langsung mengangkatnya.
“Halo ada apa Put ?”
“Eh tadi kadonya siapa yang makan ?”
“Teman-teman smua, tapi Putri tak makan, alasannya sudah kenyang”
“Aku jadi g’ enak sama Putri, padahal kado itu adalah perwujudan minta maafku padanya”
“Kamu tu gimana to Put jelas-jelas ini hari valentine, kalau kamu mau minta maaf kasih surta gitu !”
Bodohnya Putra tak memberi kartu ucapan minta maaf pada putri. Putra mendapat saran dari Ratna untuk minta maaf langsung dengan Putri. Pulang sekolah Putri mengikuti kegiatan ekstra PMR bersama Ratna. Pulang PMR sekitar pukul 16.30 WIB. Ratna beralasan pada Putri tidak bisa mengantarkannya pulang karena sudah janji dengan Mei untuk mengantarkannya membeli kado untuk pacarnya. Kebetulan Putra juga pulang agak siang karena ekstra remas. Karena Putri tak ada yang mengantar dan menjemputnya pulang. Putri terpaksa menerima tawaran Putra untuk diantarkan pulang. Putra tak membuang kesempatan ini untuk minta maaf pada Putri.
“Putri kamu lapar ndak ? cari makan yuk !”
“Ah ... ndak usah makasih”
“tapi muka kamu pucat, kamu pagi belum sarapan kan ? Plis satu kali ini aja ! ya ... ya ... mohon”
“Ya boleh”
Segera Putra menuju warung makan disamping perempatan. Putra memesan dan Putri memesan dengan berbagai macam pilihan menu. Ratna segera mandi dan ganti baju, menuju rumah Mei. Mei sudah berdiri di depan teras rumahnya. Mata Mei tertuju pada sebuah toko muslim yang ada pada benaknya hanya Diki, pacarnya. Mei segera memilih sebuah sarung untuk Diki di hari ulang tahunnya. Ratna menyetujui akan kado yang diberikan oleh Mei pada Diki. Karena sarung, dapat dijadikan kenangan saat sholat dan selalu dipakai oleh Diki. Sepulang belanja Mei meminta Ratna untuk membungkuskan kado untuk Diki.
“kring ... kring ...”
“Halo ada apa Dik”
“Kak aku jemputen, ibu g’ bisa jemput”
“Ya tunggu sebentar !”
Ratna segera menjemput adiknya di temapt adiknya mengikuti LBB di luar sekolah.
“Assalamu’alaikum ... thok ... thok ... ibu ... bu ... Putri pulang !”
“Lho mana ibu kamu Put ?”
“G’ tau g’ seperti biasanya !”
“Coba kamu hubungi !”
“Hpku didalam rumah”
“Nih pakek Hpku aja !”
“Makasih ya Putra, aku jadi ngrepotin kamu !”
“Agh gpp ikhlas kok temenan ma kamu !”
Putri gelisah karena ibunya dihubungi sulit dan merasa tak enak dengan Putra. Putra yang rela menemani putri menunggu ibunya. Sampai bedug maghrib ibu Putri belum juga datang. Putra mengajak Putri untuk melaksanakan sholat maghrib jama’ah di masjid samping rumah Putri. Setelah menunaikan sholat maghrib berjamaah. ½ jam kemudian ibu Putri pulang. Putra segera berpamitan untuk pulang karena sudah malam. Putri mengucapkan banyak terima kasih pada Putra karena disetiap Putri kesulitan yang selalu membantu hanya Putra. Tiba dirumah Putra dimarahin ayahnya karena pulang malam dan masih memakai seragam sekolah. Putra menceritakan sejujurnya kepada ayahnya. Tetapi beliau tak percaya akan alasan Putra. Putra dihukum, mulai besok sekolah naik kendaraan umum. Dan pulang harus tepat waktu tak ada alasan apapun.
Putri mengomel-ngomel pada ibunya karena merasa tak enak dengan Putra. Di rumah putri merasa gelisah, takut kalau putra dimarahin orang tuanya.
“Pasti dimarahin oleh orang tuanya Putra terlambat pulang kerumah gara-gara nemenin aku nungguin ibu”
Segera Putri menelfon Ratna untuk menemaninya pergi ke rumah putra. Karena merasa bersalah dengannya. Ratna bersedia dan baru saja Ratna pulang menjemput adiknya. Dia harus kembali mengantar Putri ke rumah Putra tanpa makan malam sebelumnya. Sesampainya dirumah Putra, Ratna dan Putri saling sanggah-menyanggah untuk salam pada Putra.
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikum salam”
“Putra ada bu ?”
“Ada, o kamu teman sekelasnya ya. Pasti Putri kan dan ini Ratna”
“Kok ibu tau, Putra sering cerita tentang kalian apalagi cerita tentang Putri. Ah ... anak muda jaman sekarang. Oh ... ya mari duduk, sebentar ibu panggilin Putra, mungkin dia masih makan. Sebentar ya ?”
“Ya ... ya ... bu mari !”
Putra segera merapikan dirinya dan segera menyambut Putri. Ratna dan Putri merasa bersalah terutama Putri karena telah merepotkan Putra. Setelah Putri minta maaf pada Putra, Putri meminta Putra untuk memanggil kedua orang tuanya untuk meringankan beban dan hukuman Putra.
Putri menjelaskan dan minta maaf atas kesalahan putra, gara-gara menemaninya menunggu ibunya. Akhirnya kedua orang tuanya mengerti dan percaya pada Putra maupun Putri. Dan keputusan ayahnya menghukum Putra dibatalkan. Ayahnya juga berharap untuk tidak mengulangi perbuatan mereka berdua. Dan utamakan belajar jangan berpacaran. Mengejar cita-cita lebih baik dan perlu dukungan dari seorang teman. Setelah masalah selesai Ratna dan putri segera berpamitan, karena malam semakin larut. Dan dipandang tak sedap oleh tetangga anak perempuan pulang malam-malam. Sejak kejadian yang dialami oleh Putri, membuka hatinya akan kesalahan pada putra. Membuat Putri tersadar dan merasa bersalah pada Putra.
Disekolah Putra bersikap pendiam, berubah menjadi pemalu. Putri juga merasa bersalah terhadap perubahan sikap Putra. Semua teman-temannya bertanya-tanya akan perubahan Putra. Tetapi Putra masih malu akan kejadian masa lalu, cintanya tak sampai ke Putri sudah ditolak. Putri meyakinkan agar Putra bersikap biasa terhadapnya. Sikap dan perubahan tingkah laku mereka. Membuatnya menjadi sahabat yang slalu ada disaat duka maupun suka. Dan menulis janji untuk jadi sahabat dan janji untuk jadi teman yang menemani dikala susah dan senang.
By: Ria Andriani (Leondri17@gmail.com)
http://www.riand-mahakarya.blogspot.com
----BANDUL MUNGIL------


Terdengar suara adzan Subuh berseru mengajak untuk beribadah kepadaNya. Karena sat itulah Tuhan turun ke bumi untuk melihat siapa – sapa saja yang menjalakan perintahNya akan diberi hikmah dan pahala yang setimpal. Aldo bergegas bangun mandi, lalu pergi ke masjid depan rumahnya. Berbeda dengan kakaknya, Aldi masih terbaring pulas di atas kasur. Mereka adalah saudara kembar yang berbeda sifatnya. Kadang perbedaannya itu justru menjadi keistimewaan dari mereka.
Aldo yang ramah sedangkan Aldi urakan. Kadang Aldo dan Aldi memiliki pemikiran yang sama meski tak sama sifatnya. Itulah yang menjadi keistimewaan dari mereka berdua. Seperti biasanya mereka berangkat sekolah bersama, Aldo yang sudah bersiap dari pagi harus sabar menunggu Aldi keluar dari kamarnya. Tak heran lagi mereka sering terlambat gara – gara Aldi. Aldo tak berani untuk memarahi Aldi, karena takut terjadi pertengkaran.
“Pak ... pak tunggu! Angan ditutup dulu, kita belum masuk!”
“Ah ... anak kembar ini lagi, jangan terlambat lagi! Awas kalau terlambat lagi bapak tak akan bukain gerbangnya.”
“Oke Pak.”
“Makasih Pak . . . terima kasih banyak.”
“Ya ... ya ... bedabanget sifate.”
Aldo segera lari menuju ke kelas, sedangkan Aldi dengan santainya berjalan di antara kelas – kelas yang sedang diajar.
“Thok ... thok ... maaf bu terlambat.”
“Mana Aldi, kakakmu itu.”
“Masih jalan Bu. Misi Bu”
“Eh enak aja masuk, push up 5 kali di tempat!”
”Oke ... oke bu!”
“Kalian ini sama saja. Lain kali jangan diulangi lagi!”
“Sudah berapa kali kalian berdua terlambat. Sudah duduk, keluarkan buku kalian! Buka hal 195 bab 3!”
Karena takut akan ancaman Bu Guru, Aldo berencna untuk berangkat sekolah tidak dengan Aldi, karena akan mengurangi nilai afektifnya. Jam istirahat mulai berdering. Aldi segera keluar bersama teman – temannya. Sedangkan Aldo dan Nicky pergi perpustakaan untuk mengerjakan tugas Biologi denga bersumber dari Perpustakaan.
“Do ... kamu jangan berangkat ma Aldi lagi!”
“Ya aku juga dah ngerencanaain itu kok Nick, ku takut nilaiku menurun akibat keteledoran Aldi.”
Nicky adalah teman sebangku Aldo, yang selalu memperhatikan Aldo dan memberi solusi akan masalahnya. Saat memilih – milih buku tak sengaja Aldo dan seorang cewek berebut buku tersebut. Aldopun kaget dan memberi kesempatan cewek itu untuk meminjamnya duluan. Cewek itu bernama Zahra kelas XI IPA 2. dia siswa baru, pindahan dari Papua. Zahra pun akhirnya menerima buku itu karena di paksa Aldo. Nicky menabok pundak Aldo yang tak berkedip melihat Zahra.
“Ma Zahra pulang!”
“Aduh anak mama dah pulang, capek”
“Ma tau gak tadi anak cowok namanya Aldo kelas XI IPA 1 anaknya baik banget.”
“Aduh anak mama da yang berbeda, jangan – jangan suka”
“Ah ... mama”
Pulang sekolah Aldo tak langsung pulang, dia harus menghadiri rapat OSIS dengan Nicky. Sedangkan Aldi menunggu adiknya dengan memanfaatkan fasilitas sekolah untuk berpacaran. Tak 1 kali Aldi sudah mendapat teguran dari guru – gurunya, tapi tak dianggap. Siska sering alu mendapat teguran dari guru.
Tetapi Aldi meyakinkan Siska agar tenang dan tidak akan terjadi apa – apa. Rapat OSIS yang membahas masalah perpisahan kelas 3 dengan membuka pendaftaran untuk siswa dalam berpartisipasi dalam acara purnawiyata kelas 3. anak – anak OSIS berencana untuk menyumbang folk song yang disetujui banyak pihak termasuk Aldo. Papan pengumuman segera dicetak dan dipasang dalam papan.
Ternyata banyak yang mendaftar dengan ikhlas turut berpartisipasi dalam perpisahan kelas 3. mulai dari, paduan suara, dance, akustik, puisi, karaoke, dan tak lupa band. Zahra yang berpartisipasi dalam tim paduan suara membuat Aldo semangat untuk melancarkan acara purnawiyata ini. Setiap hari Zahra dan yang lainnya latihan olah vokal. Sesekali Aldo lewat, melirik, mencuri perhatian Zahra pada setiap kesempatan. Zahra yang tersenyum melihat tingkah konyol Aldo saat latihan berlangsung.
Latihan telah selesai, semua kembali ke rumah masing – masing. Zahra yang berdiri di samping gerbong menunggu jemputan dan terlihat wajah Zahra pucat. Karena dia mengidap penyakit hemofilia, kelainan darah. Maka dia tak boleh telat minum obat dan banyak istirahat.
“Zahra ... nunggu jemputan ya?”
“Iya ... tapi dari tadi kok belum datang.”
“Kenapa wajahmu pucat.”
“Aku pusing do.”
“Ya udah yok tak antar pulang!”
“Makasih ya do!”
Aldo mengantar Zahra sampai di depan rumah. Karena tak kuat menahan pusing, Zahra tertidur pingsan di bahu Aldo. Segera Aldo mengangkatnya masuk ke rumah. Dibukakan pintunya oleh ibunya dan dengan pelan Aldo menggendong ke kamarnya. Zahra pingsan dan wajahnya pucat sekali. Ibunya segera mengambilkan obat dan mengkompresnya dengan air hangat karena suhu badannya rendah.
“Terima kasih ya nak!”
“Sama – sama bu, mungkin Zahra kecapean.”
“Ya ... mungkin, memang kondisi fisiknya lemah.”
“Sudah bu ya saya mau pamit pulang, salam buat Zahra.”
“Eh tunggu nak, kamu apa Aldi.”
“Lhoh memang benar, ibu kok tau?”
“Zahra sering cerita tentangmu.”
Aldo tersipu malu, segera berpamitan pulang karena sudah larut sore. Di dalam perjalanan Aldo melihat kakaknya sedang berkelahi di pertigaan gang kecil. Aldo segera melerainya. Perkelahian usai setelah Aldo terkena pukul lawan Aldi. Aldo merasa kesakitan dan mengajak Aldi untuk pulang.
“Aldo Aldo eeh ... ehg ...”
“Zahra ini mama nak!”
“Mama, Aldo mana.”
“Dia sudah pulang!”
“Ma, dia baik banget kan.”
“Dia sudah mau bantu Zahra.”
“Ya ... mama tau dia memang baik.”
Setelah makan malam bersama keluarga Aldo istirahat di kamarnya. Tak disangka Aldi membawa panci berisi air es untuk mengkompres memar di pipi Aldo.
“Aduh ... sakit kak ... pela dong!”
“Ni juga sudah pelan, makanya nak kecil jangan ikut – ikutan.”
“Lagian kakak ngapain kakak bertengkar di jalan lagi.”
Aldi berhenti sebab dia berkelahi tadi, karena temannya adalah bandar narkoba. Jadi Aldi berusaha untuk menasehatinya, tetapi Windi membalas dengan pukulan. Di balas pukulan itu pada Windi oleh Aldi. Aldo yang takut masalah ini akan menyebarluas dan memperjelek nama sekolahnya. Aldi juga berusaha untuk menyadarkan Windi tetapi dari dulu tak dianggap. Aldo yang ingin menyadarkan Windi karena dia sebagai anggota OSIS. Ingin menyelesaikan masalah ini ke tangan OSIS. Aldi menyetujuinya dan bersedia menjadi saksi. Rapat itu dihadiri oleh anggota OSIS, pembina OSIS, guru BK dan para saksi.
Windi yang tak tau apa – apa dipanggil ke ruang OSIS dan duduk di tengah layaknya terdakwa. Pertanyaan – pertanyaan tertuju pada Windi. Windi tak bisa mengelak karena bukti dan saksi sudah ada. Dengan jujur Windi mengakui bahwa dia mengedarkan Narkoba tetapi tidak pernah dia mencoba bahkan mengkonsumsinya. Windi diancam kalau dia masih menjadi pengedar maka dia dikeluarkan dari sekolah ini secara tidak hormat. Rapat selesai, semua anggota yan tergabung dalam rapat kali ini termasuk Windi berterima kasih kepada 2 saudara kembar itu.
“Thank’s frend tas nasehatnya, maaf kemarin aku emosi mukul kamu.”
“Ah gak pa-pa brow ... khilad kan biasa.”
“Hebat kalian berdua ini!!”
Aldo dan Aldi merasa bahagia karena dapat menyelamatkan Windi dan menjaga nama baik sekolahnya.
Zahra hari ini tak mengikuti latihan paduan suara karena sakit. Tapi latihan tetap berjalan untuk mempersiapkan sematang mungkin. Aldo yang berencana pulang sekolah untuk menjenguk Zahra.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikum salam ... oh nak Aldo, mari silahkan masuk, langsung ke kamar saja. Zahra di kamar!”
“Iya bu permisi, terima kasih.”
Aldo segera menuju kamar Zahra untuk melihat kondisinya. Zahra yang terbangun riang melihat kedatangan Aldo. Zahra langsung bersemangat untuk sembuh dan lahap sekali makan. Meskipun ayahnya sedang bertengkar dengan ibunya dan tak dapatkan kasih sayang dari ayahnya, Zahra tak menyerah untuk mempertahankan hidupnya dengan obat. Aldo tak mengetahui penyakit yang diderita Zahra, yang dia tau bahwa Zahra kondisi fisiknya lemah. Sebelum pulang ibu Zahra mengajak Aldo untuk membicarakan sesungguhnya tentang Zahra.
Aldo tersentak kaget tak bergumim, mendengar bahwa Zahra mengidap penyakit Hemofilia. Ibunya berpesan waktu disekolah untuk menjaga Zahra. Aldo dengan senang hati membantu Zahra dengan ketulusannya. Ibu Zahra menceritakan tentang semua kegemaran maupun hal yang paling dibenci oleh Zahra.
“Ma ... Aldo ke mana?”
“Kok tanya mama, tadi kan sekolah sama kamu!”
“Tadi dia rapat OSIS lo ma, tapi ga’ biasanya sampek larut seperti ini.”
“Coba kamu telfon sana!”
Aldi segera menghubungi Aldo dan menyuruhnya untuk segera pulang karena ayahnya akan segera pulang Aldo cepat berpamitan dan pulang ke rumah. Aldi yang heran melihat tingkah adiknya tiap hari berubah 180o. Dari pendiam, jadi suka senyum – senyum sendiri, penampilan modern banget dan sering pulang telat. Aldi merasakan kalau adiknya sedang jatuh cinta dengan seseorang. Aldo tak mau mengakuinya, tapi perasaan si kembar tak bisa dibohongi.
“Aduh adekku sedang jatuh cinta, cie!”
“Apa sih kak.”
“Halah jangan bohong! Pipimu merah.”
“Kak ... kak ndak tau perasaan apa ini.”
“Siapa dia? Ngaku aja!”
“Halah kak, ada dech! Dah tidur ... tidur udah malem, ngantuk.”
Keluarga Zahra yang terancam akan pecah, dengan sabar Zahra dan ibunya mempertahankan kerukunan keluarganya. Ayahnya yang terpengaruh dunia luar, yang mempengaruhi pikiran untuk berbuat maksiat demi kepuasan sesaat.
“Hey Zahra ... ayo bangun jangan tidur. Orang kok penyakitan, anak apa ini.”
“Pa ... papa bilang apa Zahra anak kita pa!”
“Halah kau juga tak becus mendidik annak, ibu macam apa kau ini!”
“Astagfirllahhaladzim papa sudah keterlaluan!”
“Ah ... diam kau anak sama Ibu sama saja.”
Papa Zahra memukul Ibunya hingga jatuh di depan pangkuan Zahra, Zahra dan mamanya yang hanya bisa pasrah dan terus bertahan demi keluarganya. Papa Zahra yang bekerja sebagai TNI angkatan darat di salah satu kodim tempat mereka tinggal. Setiap hari tak jarang ayahnya pulang. Kadang pulang pagi dan bau tubuh, nafas, mulut tercium bau alkohol.
Pagi sekali Aldi bangun, mandi dan mencuci motornya. Aldo yang melihatnya bertanya – tanya ada apa dengan kakaknya. Dia menyadari kalau kakaknya akan pergi keluar kota bersama kekasihnya, karena kemarin sore sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari tas ransel, bontrot, uang dan persiapan fisik. Aldo yang mengisi akhir pekannya dengan mengantarkan ibunya ke pasar. Aldo menunggu diluar tempat parkir sedangkan ibunya diluar pasar. Saat asyik melamun, Aldo dipeluk dari belakang oleh seorang pria yang kelihatannya mabuk berat. Aldo bingung dan merasa takut dengan pria yang tak dikenalnya itu. Aldo yang berusaha menyadarkan laki – laki itu dengan sabar.
“Pak ... maaf bapak siapa?”
“Nak tolong Bapak! Aigk ... aighk.”
“Saya bisa bantu apa pak?”
“Tolong antarkan Bapak ke kamar mandi, bapak tak kuat berjalan.”
“Baik pak! Mari.”
Pria itu pergi ke kamar mandi dekat tempat parkir, dia langsung membersihkan badannya. Selesai mandi pria itu keluar dengan raut wajah yang segar. Pria itu minta tolong pada Aldo untuk mengajari wudhu dan sholat. Dengan senang hati dan tanpa pamrih. Dengan sabar Aldo mengajari pria itu. Dan pria itu mulai bisa sedikit demi sedikit jika terus dijalankan.
Setelah mengajari sholat dan wudhu Aldo segera kembali ke tempat parkir karena mungkin ibunya sudah menunggu. Sebelum beranjak pergi pria itu memperkenalkan dirinya pada Aldo.
“Tungu nak, namamu siapa?”
“Aldo pak, bapak sendiri?”
“Panggil saja saya pak Darso, saya melihatmu jadi ingat anak saya, ah sudahlah!”
“Mari pak, permisi!”
“Makasih banyak nak.”
Aldo yang segera berlari menghampiri ibunya. Di sambut omelan oleh ibunya. Karena keteledorannya ibu Aldo dibuatnya menunggu. Pak Darso adalah ayah dari Zahra yang berubah berkat doa istri dan anaknya. Aldo yang dikenal pak Darso, sangat ikhlas membantunya untuk kembali ke jalannya. Pulang dari pasar Aldo bertanya – tanya pada dirinya. Wajah Pak Darso mirip sekali dengan foto keluarga Zahra. “Apa mungkin itu ayah Zahra?”
Keluarga Zahra kembali damai dan harmonis. Zahra yang mempunyai semangat hidup dengan kembalinya kasih sayang seorang ayah padanya. Zahra setiap hari sekolh diantar oleh ayahnya dan pulang dijemput oleh ibunya.
“Papa ... ayo berangkat!”
“Aduh anak papa cantik banget.”
“Ayo ... berangkat.”
“Lets go pa!”
“Da mama ... papa berangkat.”
“Hati – hati pa.”
“Da mama.”
“Da Zahra.”
Satu minggu lagi acara purnawiyata kelas 3 akan dimulai. Jadi semua peserta harus menyiapkan dirinya dengan performance yang mantap. Zahra yang berlatih giat dengan dukungan dari keluarga dan orang yang spesial baginya yaitu Aldo.
Di masjid “At Taubat” Aldo menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah sholat Azhar, karena kalau dijalankan di rumah waktu yang kurang bersahabat. Di samping ldo sholat pak Darso sedang wiridan dengan tasbih yang berbandul mungil. Sesekali pak Darso melirik laki – laki yang sholat di sampingnya. Selesai sholat Aldo tak lupa berdoa, sedangkan pak Darso keluar memakai sepatunya. Disusul Aldo dengan memakai sepatunya yang kebetulan berada di samping pak Darso. Mereka saling berjabat tangan.
“Pak Darso.”
“Tunggu ... tunggu bukannya ... oh iya nak Aldo? Apa kabar?”
“Alhamdulillah baik pak, bapak sendiri?”
“Baik nak, sehat.”
“Baru pulang sekolah ya?”
“Iya pak, trus mampir sholat dulu.”
“Sama nak, kalau pulang gak nutut waktunya.”
“Nak Aldo, saya punya hadiah kecil buat nak Aldo.”
“Apa itu pak?”
“Iya buat kamu.”
“Bagus banget pak.”
“Bandulnya mungil.”
“Iya itu untuk nak Aldo buat kenang – kenangan.”
“Terima kasih pak.”
Bandul yang diberikan Pak Darso padanya adalah kado yang istimewa untuk Aldo, tapi Aldo tak mengerti apa maksud dari perkataan untuk kenang – kenangan.”
“Apakah pak Darso akan pergi?”
Zahra dan mamanya sudah siap menunggu kedatangan papanya di meja makan. Tak lama kemudian papanya datang, Zahra segera menyambut dengan pelukan erat. Mereka duduk di meja makan dan menikmati masakan ibunya bersama – sama dengan lahapnya. Dan ini jarang sekali terjadi masakan habis dalam satu kali santap. Setelah makan selesai pak Darso berkeinginan untuk mengajak Zahra dan ibunya pergi jalan – jalan. Mobil sudah siap untuk mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Zhra dan mamanya merias diri secantik mungkin di hadapan ayahnya. Papa Zahra segera naik mobil mengendarainya, sedangkan Zahra dan mamanya masih sibuk dengan dandanannya.
“Kk, kamu tau Zahra g? Anak baru itu loch!”
“Ya ... ku tau, hayo da pa?”
“G kok!”
“Halah jangan bohong, pipimu merah tuch!”
“Yo ... emang ku cinta padanya.”
“Kamu tembak saja!”
“Udah dari dulu kok kepingin nembak tapi cari suasana yang enak susah.”
“Kamu kerumahnya saja!”
Setelah mereka berjalan – jalan, berbelanja di lanjutkan dengan makan malam di restaurant makanan padang. Di sana mereka bercanda bersama – sama”
“Ma ... Zahra, papa mau ngomong penting!”
“Da pa ..? pa kayaknya penting banget!”
Pak Darso yang belum siap menceritakan semuanya. Zahra dan mamanya penasaran dengan tingkah laku papanya.
“Ma ... Zahra, papa dipindah lagi dinas ke Papua!”
“Apa pa, kok pindah lagi.”
“Karena pangkat papa dan tugas papa terjatuhkan disana!”
“Kalau begitu kapan kita bisa kembali kesana lagi?”
“Besok, masalah sekolah kamu Zahra, papa sudah urus semuanya!”
“Tapi kok papa baru kasih tau sekarang dan kita sama sekali belum ada persiapan!”
“Maaf, karena papa dapat surat keterangannya baru tadi pagi.”
Pagi – pagi sekali keluarga Pak Darso sudah bersiap – siap untuk kembali ke Papua, untuk menjalakan tugas dari Dinas. Zahra yang terpikir dengan Aldo, tak rela meninggalkan kenangannya bersamanya. Tetapi karena keluarganya dan Zahra masih tanggung jawab dari Ayah dan ibu nya.
Mobil siap untuk dijalankan, semuanya masuk kedalam mobil. Sedangkan Zahra menitip amplop berwarna pink agar dikasihkan untuk anak muda yang mencari Zahra. Seakan berat kaki melangkah meninggalkan rumah, sekolah dan sebuah surat untuk Aldo yang dititipkan pada pembantu di rumah.
Pukul 07.00 pesawat dengan tujuan Papua segera meninggalkan landas. Zahra tetap memikirkan Aldo yang merasa tak rela meninggalkan Aldo.
“Hanya ucapan yang kutulis dalam amplop itu.”
Aldo bangun dengan penuh semangat karena berniat untuk menyatakan perasaannya pada Zahra. Motor dicuci bersih dan dilap sekinclong mungkin. Pakaian, mental, dipersiapkan sedini mungkin. Dengan dukungan dari Aldi, menjadikan dia lebih semangat. Setelah sarapan, Aldo siap berangkat ke rumah Zahra.
“Tok ... tok ... Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikum ... cari siapa mas?”
“Zahra ada?”
“Maaf mas, sejak tadi pagi keluarga Pak Darso termasuk Zahra sudah meninggalkan tempat ini!”
“Apa ...!”
“Eh ... mas tadi mbak Zahra nitip surat ini untuk mas!”
“Makasih, permisi!”

To : Aldo
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Aldo ku minta maaf banget atas semua kesalahanku selama ini. Sudah banyak ngrepotin kamu. Ini mungkin surat terakhir dariku, tapi bukan berarti persahabatan kita terputus sampai disini.
Kau teman yang baik, selalu mengerti aku, tau sifatku, memahamiku dan selalu memberi dukungan padaku. Sahabatku jangan pernah lupakan aku. Ku kenang dirimu selalu ada di hatiku.
Ku tak inginkan perpisahan ini terjadi, tetapi karena ayahku mendapat tugas keluar kota. Jadi aku harus ikut dengannya. Maafkan aku Aldo. Aku tak bermaksud meninggalkanmu. Jangan lupain aku sahabat sejatiku . . . .
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
For best friend,
Zahra

Aldo yang menangis, karena cintanya tak sempat tersampaikan pada Zahra. Tetapi Aldo tak menyerah dengan perpisahan ini. Yang tak tersadar oleh Aldo adalah, bahwa Zahra adalah putri dari pak Darso. Bandul yang dikenangkan sama persis dengan Bandul mungil yang diberikan pak Darso padanya. Kemarin lalu.

By: Ria Andriani (Leondri17@gmail.com)
http://www.riand-mahakarya.blogspot.com
APA ARTI CINTA TANPA SAHABAT ?





Berbagai kasih untuk orang yang kita sayangi
Saat kasih mengalahkan benci
Seiringnya waktu berputar seperti roda
Kadang ku di atas kadang di bawah

Hanya temanlah yang sanggup mengerti
Sahabat yang sejati
Slalu ada untuk curahan hati

Putus hubungan karena pacaran jarak jauh. Kurangnya komitmen yang disetujui. Membuat Niko entah bagaimana lagi dia harus mempertahankan kekuatan, keyakinan, kekhawatiran cintanya pada Sindy.
Keputusan yang singkat di setujui mereka berdua tanpa membenci satu sama lainnya. Niko yang dituntut pekerjaan ayahnya dan Sindy tak dapat mempercayai Niko. Seiring berjalannya waktu Sindy menganggap Niko sebagai masa lalu. Tetapi berat sekali bagi Sindy untuk melupakan Niko. Setiap hari, kecuali hari Minggu Sindy bersekolah di SMA I Karangan, Surabaya. Siswa yang menduduki bangku SMA kelas 1 bertempat tinggal di Desa Batu Agung dekat pasar. Sindy yang tak pantang menyerah menjalani kehidupannya berhias, iman, taqwa, belajar, usaha, do’a motivasi dan dorongan.
Sebelum mengenal Niko, Sindy sudah bersahabat dengan tetangganya, di mana dia selalu ada saat duka maupun senang. Setiap hari Fikih berangkat sekolah bersama dengan Sindy.
“Sindy ... Sindy ... ayo berangkat !”
“Ya ... bentar tunggu dulu.”
“BRUK KLONTANG”
“Sindy da pa hati – hati dong Nak cepet Fikih dah nunggu !!”
“Gak da papa Ma ! Bentar suruh nunggu !”
10 menit menunggu Sindy berdandan. Mereka segera berangkat karena sudah terlambat. Mereka berlarian untuk memburu waktu masuk sekolah. Mereka ngos – ngosan tiba di depan gerbang sekolah yang sudah ditutup. Dengan inginnya masuk sekolah, mereka merayu Pak Satpam.
“Pak ... tolong bukain gerbangnya atu Pak !”
“Gak bisa dek sudah masuk 20 menit yang lalu, nanti saya dimarahin Kepala Sekolah.”
“Tolonglah Pak 1 x ini saja.”
“Pa kalian sudah sering terlambat, ni pelajaran buat kalian berdua.”
“Pak ... Bapak belum punya istri kan, mau gak saya comblangin ma penjual jamu itu.”
“Okey mau ... mau ... kapan saya tunggu. Kalian boleh masuk ! Ayo cepat nanti ketahuan.”
“Makasih Pak !”
Fikih dan Sindy berlari menuju ke kelas. Di kelas ternyata jam kosong. Kondisi itu sangat menguntungkan Fikih dan Sindy untuk mengambil nafas. Fikih mengajak Sindy pergi ke kantin, membeli air minum. Dengan terbiasa dan saling akrabnya Sindy setiap ada Fikih. Dia tak menyia – nyiakan waktu untuk curhat kepada Fikih. Sahabat yang selalu mengerti, memahami dan memberi solusi untuk memberi semangat Sindy.
“TET ... TET ... TET ...”
Bunyi bel tanda pulang sekolah, Sindy tak pulang dengan Fikih karena dia ada belajar kelompok di rumah Vindi. Setelah belajar kelompok di rumah Vindi, Sindy pulang melewati toko buku, dia mampur untuk membeli buku tulis untuk sekolah. Saat keenakan memilih – milih buku, tak didasari Sindy berebut satu buah buku yang hanya tinggal satu.
“Eh ... Nika ... dah kamu ja ku dah punya.”
“Gak kamu ja, kamu kan lebih ngebutuhinnya.”
“Ya udah, beneran gak nyesel.”
“Gak dah kamu beli ja.”
“Makasih Nik.”
Tak disangka Niko berebutan buku, saat itu mereka dipertemukan. Dengan begitu kangennya, mereka menyempatkan untuk silaturakhim di cafe Rere. Mereka saling menanyakan kabar, bercanda dan berbagi pengalaman sekolah. Niko yang masih menyimpan cintanya pada Sindy. Sulit bagi Niko untuk menanyakan teman hidupnya saat ini. Alasan Niko kembali ke Surabaya, karena mengambil berkas – berkas penting milik ayahnya yang ketinggalan.
“Sore bu... Sindy ada ?”
“Oh ... Fikih ... ibu juga g tahu jam segini kok belum pulang, tadi katanya kelompok dirumah Vindi”
“Ya udah bu, coba ku jemput. Makasih”
“Ya... nak Fikih, hati-hati”
Dengan cepat Fikih mengayuh sepedanya melaju ke rumah Vindi. Tiba di rumah Vindi, Sindy sudah pulang ½ jam yang lalu. Fikih akhirnya menghubungi Sindy, tetapi hp-nya g’ aktif. Dengan penuh harap Fikih menelusuri jalan, tiba-tiba dia melihat Sindy duduk sendirian diatas kursi sambil menundukkan kepala.
“Hey ... Sindy kamu ngapain disitu ? Ayo pulang udah sore, ibumu nyari kamu !”
“Egh ... Uh ... Egh ... Em ... Uh ... Hu ... “
“Kamu kenapa nangis ?”
“Fikih ku ketemu ma Niko”
Fikih mencoba menenangkan Sindy dan memberinya kesempatan untuk bercerita. Fikih memboncengnya pulang ke rumah dengan naik sepeda. Malampu tiba, iseng-iseng Sindy mengetuk dan melempari bola plastik di jendela kamar Fikih. Fikih segera membukanya, Sindy ingin curhat dengan sahabat baiknya. Sindy mengajak Fikih untuk turun, keluar rumah untuk melepaskan beban pikirannya.
“Fikih ... Fikih ... Hu ... a ... a ... hu “
“Da apa udah jangan cengeng ! da masalah apa ?”
“Tadi ku pulang dari rumah Vindi, ke toko buku trus rebutan buku ma orang “
“Trus ngapain kamu nangis ?”
“Orang itu Niko ... Kih. Ku waktu itu nggak tau mau ngomong apa “
“Trus ... trus”
“Ya kami Cuma tanya keadaan, g’ berani ngomong masalah pacar. Pokoknya malu dan canggung”
Setelah mendengar cerita hati Sindy, perlahan Fikih memberi solusi dan meyakinkan cinta Sindy pada Niko. Tetapi Sindy lebih memilih sahabat. Dia beranggapan cinta adalah persahabatan. Fikih turut memberi arti cinta dalam sebuah komitmen persahabatan. Malampun larut, bulan seakan menerangi gelapnya malam. Saking pusing dan capeknya. Sindy tertidur di pudak Fikih. Fikih merasa tenang, jika dekat dengan Sindy entah perasaan apa. Karena melihat Sindy terdtidu lelap dan kasihan karena dinginnya malam, Fikih menggendongnya, mengantar ke kamar. Pagi harinya Sindy bingung dan bertanya-tanya siapa yang mengantarnya ke kamar. Setelah mandi, Sindy bersiap untuk jogging karena hari libur.
“Permisi ibu ... pagi ... Fikih mana bu ?”
“Pagi ... Sindy ... tuch ada diatas masih tidur, Gih bangunin !”
“Oke bu !”
Penuh semangat jahilnya, Sindy berjalan perlahan menuju kamar Fikih. Sindy melihat sebuah kemucing diatas meja, dia mengambilnya dan mengenduskan ke arah hidung Fikih. Sindy cekikan sendiri, sedangkan Fikih bersin-bersin sangat terganggu. Fikih terbangun, menusap-usap hidungnya. Fikih mengejar Sindy dan menangkapnya dengan tak sengaja Fikih terjatuh diatas Sindy. Melihat sorotan mata Sindy membuat mereka berdua hanyut dalam pandangan cinta, awal cinta akan tumbuh. Terputus, oleh jam alarm mereka salah tingkah.
“Eh ... maaf ...”
“Fikih cepat mandi sana kita jogging”
“Ya tak mandi”
Sambil menunggu Fikih mandi, Sindy membersihkan, merapikan dan membereskan tempat tidur Fikih.
Setelah jogging mereka mencari rumput untuk makan kelincinya di halaman belakang rumah. Kelinci pemberian Niko yang masih dirawat oleh Sindy dengan bantuan Fikih. Fikih sangat senang sekali melihat Sindy senang. Dia ikut senang, melihat Sindy Sindy sedih dia mencoba menghiburnya.
“Fikih”
“Sindy”
“Pulang sarapan dulu !”
“Ma ... Fikih baik banget dech ma Sindy”
“Alhamdulillah kalau dia bisa menjaga kamu”
“Masa’ dia mau membantu merawat kelinci pemberian Niko, menghibur, menasehati”
“Hayo ... jangan-jangan Sindy suka ya ma Fikih”
“Ah ... mama bisa aja ! lagian enak sahabatan”
“Ya terserah kamu ... pokoknya kamu bisa menjaga diri, belajar, prestasi, cita-cita, sahabat untuk semangat hidup”
Pukul 19.00 WIB Niko bertamu ke rumah Sindy untuk berpamitan kembali ke Jakarta. Sindy tak tahan menahan rembesan air mata yang keluar menangisi Niko. Niko menenangkan Sindy, meyakinkan dan memeluknya.
“Percayalah ... takdir yang bisa mempersatukan kita. Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan”
“Tapi Niko ... ehm ... uh ... gh ... ugh ...”
“Cup ... cup ... udah dong masa’ dah gedhe cengeng”
“Ya ... kamu hati-hati disana jaga diri kamu baik-baik”
“Kamu juga”
“Ingat g’ kelinci pemberianmu masih kurawat”
“Tolong jaga baik-baik!”
Keesokan harinya Sindy bercerita pada Fikih. Fikih memberi semangat untuk maju dan berjuang. Sindy menyadari dia telah menemukan sahabat sejati penuh cinta tulus mengasihinya. Ada disampingnya selalu ada susah maupun bahagia. Ikhlas membantu, nasehat yang mendorong semangatnya. Dia adalah Fikih tetangga sekaligus teman sekelasnya.
1 tahun terlewati
Fikih dan Sindy menjadi pasangan sahabat yang kompak. Cinta, kasih, sayang, perhatian, pengertian, komitmen, semangat, ikhlas ada dalam kamus persahabatan Fikih dan Sindy. 

 By: Ria Andriani (Leondri17@gmail.com)
http://www.riand-mahakarya.blogspot.com