Next

Selasa, 26 Juli 2011

SEBUAH NAMA

            Tak ada nama selain namamu dihatiku
            Untuk saat ini dihatiku hanya kamu......kamu......dan kamu
            Sedang hidup tak terulang, dan waktu terus berjalan
            Kedepan.......
            Tapi satu hal kupinta darimu, jangan pernah kau lupakan aku. Karena
            Aku takkan lupakanmu.............
            Sebaris kata merangkai “sebuah nama” yang terukir
            Indah dalam lubuk hatiku............
                                                                                                By: Yuvi

            Malam mulai larut, Yuni tak bisa tidur memejamkan matanya ia mulai membuka diary, dirayuknya pulpen. Yuvi teringat akan kenangan indahnya yang ia lalui dengan mantan kekasihnya. Kini telah tiada, pergi dan tak kembali lagi. Bukan dia yang minta untuk pergi, tapi semua ini kehendakNYa. Teringat saat-saat bersama Yovi, berdua bercanda, tertawa, bahagia, menangis, dan sedih.
           




                  Yuvi mengenal Tovi dari kegilaan mereka terhadap anime. Mereka berdua mempunyai hoby yang sama, menggambar tokoh-tokoh cartoon. Mereka bertemu di penyewaan buku, komik, majalah, atau media cetak lainnya. Seringnya bertemu, menjadikan pertemanan diantara mereka. Saking akrabnya, kemanapun mereka pergi selalu pergi berdua. Sepulang sekolah, Yuvi menyempatkan waktunya untuk menyewa komik dan dia berharap bisa bertemu Yovi.

                    bersambung.......................................................



AKU MASIH DISINE DENGANMU...
OMONG KOSONG

Pagi berembun . . . . .
Chaca menyiapkan sepedanya di depan rumah. Setiap hari dia pergi ke sekolah dengan sepeda mininya berwarna pink dengan keranjang di depan sepedanya. Chaca yang saat itu duduk dibangku SMA kelas XI mulai memberanikan diri untuk datang ke sekolah agar siang karena dia sudah merasa menjadi senior di sekolahnya seakan – akan belagak nakal sedikit dihadapan adik – adik kelasnya.
Di depan Lab Biologi . . . . .
Tampak dari kejauhan, Pipit menuju kelasnya melewati Lab Biologi. Dengan santai dia berjalan menghampiri Chaca yang sedang asyik duduk diberanda depan kelas bersama teman – temannya.
“Cie . . . ada yang baru nich” sindir Tita melirik tas Pipit berwarna pink
“Eghm, masih bau toko dech” tambah Icha lebih menyindir dan menggoda Pipit. Chaca yang hanya senyum melihat tingkah teman – temannya, sesekali menggeleng – gelengkan kepalanya.
“Apa sich kalian ini, tau aja kalau tas pipit baru. Bagus khan ?” merasa bangga karena mempunyai tas baru.
“Ah . . . biasa, mm cukup bagus” Icha sewot memalingkan muka karena merasa tersaingi oleh Pipit.
“Bilang donk kalau kamu sirik Cha, mahal lo tas ini, mana mungkin kamu bisa beli”. Pipit mulai drama pamer – pamer, menambahkan panasnya suasana.
“Sombong amat sich kamu Pit, baru tas. Emang benar kamu itu sombong”
“Eh . . . ati – ati lo ngomong ya”, semua terdiam melihat Icha dan Pipit beradu mulut. Segera Chaca melerai, mengajak mereka masuk ke dalam kelas. Pipit sehari – hari hanya memamerkan barang apa saja yang dimilikinya. Dia tak ingin terlihat rendah dimata teman – temannya. Banyak yang membenci Pipit karena tingkahnya daripada yang menyukainya. Terkadang Chaca, Tita, dan temannya yang lain menyadari akan kelakuan Pipit, sering juga dia disindir, tetapi entah kenapa nggak pernah ngrasa ataupun mencoba untuk berubah.
Di kantin Pak Purwito . . . . .
Jam istirahat, banyak kegiatan yang dilakukan para siswa. Salah satunya pergi ke kantin, sarapan, membeli jajan ataupun hanya sekedar nongkrong, Chaca, Tita, dan Icha pergi ke kantin Pak Pur, Icha setiap hari membeli sarapan di kantin karena Icha sudah tak memiliki ibu, tak ada yang masak dirumah. Dia lebih sering membeli makanan daripada masak sendiri.
“Pak pur, Bu’e mana ?” sapa Icha sumringah
“Bu’e disini nduk, ada apa?”, teriak Bu’e dari dapur sedang mengambil tempe goreng.
   “Bu’e nasi pecel 1, sambalnya yang banyak ya”. Icha memesan kepada Bu’e.
“Alah, Icha ini dibuatin Pak Pur saja kan sama”. sindir Pak Pur sambil membuat pesanan nasi pecel murid yang lain. Terlihat Bu’e hanya senyum-senyum mendengar sindiran Pak Pur.
   “Yo, nggak sama low Pak. Racikan Bu’e lebih mantab dibanding Pak Pur”.
“Bisa saja kamu ini, ni nasi pecel pesananmu!”. Bu’e meletakkan sepiring nasi pecel diatas meja. Icha mulai menyantapnya, sedangkan Chaca dan Tita memesan 2 gelas teh hangat.
Pipit berjalan menghampiri mereka yang sedang menikmati makanan. Dengan tanpa basa-basi Pipit ikut bergabung, duduk disebelah Icha. Icha sedikit sewot akan kedatangan Pipit dengan minum sebotol soft drink. Icha mempercepat makannya. Dia merasa terganggu dengan datangnya Pipit.
“Cha, Tit.......cepet habisin, hawa disini sudah mulai memanas”.
“”Kenapa buru-buru sich, kalian nggak suka aku gabung dengan kalian?”, tanya Pipit pada Icha, Chaha, dan Tita.
“Bukannya begitu, nggak kok santai aja”, menetralkan suasana. Chaha dan Tita membayar 2 gelas teh hangat pesanannya pada Bu’e. Disusul dengan Icha, membayar sepiring nasi pecel yang telah habis dilahabnya. Pipit menghalangi kepergian mereka bertiga, dan menyuruhnya duduk kembali. Icha sedikit marah, tapi dia masih bisa menahannya.
“Buru-buru amat, duduk sini aja dulu. Aku mau cerita ke kalian”. Pipit memegang tangan Icha dan menuntunnya untuk duduk kembali.
“Cerita apa sich, setiap kamu cerita kupingku mulai panas mendengarnya”. Jawab Icha menyengit sambil melirik Pipit. Pipitpun hanya tersenyum tak merasa bahwa dia disindir.
“Yuk, kembali ke kalas hawanya semakin panas nich gerah banget”. Mengipas-ngipaskan tangannya disela-sela lehernya.
“Panas-panas gini, ntar enaknya berenang nich”. Sambar Pipit.
“Mungkin bener, aku juga sudah lama nggak berenang”, sahut Tita menanggapi usulan Pipit.
“Kalau kalian mau, besok datang aja kerumahku kita berenang bersama”. Pipit melangkah meninggalkan mereka tanpa pamit. Icha menyanggupi ajakan Pipit untuk berenang di kolam renangnya.
Minggu yang cerah.........
08.00 WIB, Icha, Chaca, Tita, dengan 2 teman sekelas lainnya pergi kerumah pipit. Icha sengaja mengajak Nilam tetangga Pipit untuk mengantarnya ke rumah Pipit. Dengan senang hati Nilam mengantar mereka ke rumah Pipit.
“Nil, apa bener rumah Pipit punya kolam renang?”, tanya Chaca pada Nilam sambil terus mengayuh sepeda.
Nilam bengong, “kolam renang?, dirumah Pipit”.
“Iya, kami ini diundang Pippit datang kerumahnya untuk datang kerunahnya untuk berenang bersama”. Chaca memperjelas maksud dari pertanyaannya. Nilam terdiam dan tak berani menjawabnya karena setahu Nilam, Pipit tak mempunyai kolam renang. Dengan berbelit-belit Nilam menjawabnya.
   “E...em, satahuku bukan kolam renang tapi kolam ikan”.
   “WHAT”, Icha molongo dan berhenti mengayuh sepedanya. Dia sudah merasa ditipu oleh Pipit. Namun Tita mengajaknya untuk meneruskan perjalanan. Meskipun mereka kesal dengan pernyataan Nilam, tapi mereka penasaran untuk membuktikan semua itu. Bagaimanapun Nilam berkata sejujurnya, karena dia tahu bagaimana keadaan keluarga Pipit.
Di halaman depan rumah Pipit...........
Ibu Pipit terlihat sedang manyapu halaman rumah. Saat itu Pipit  yang masih tertidur pulas di kamarnya tak menyangka kalau ajakannya kemarin ditanggapi oleh Icha dan temannya.
“Assalamualaikum”, ucapan salam serempak dilantunkan pada Ibu Pipit.
“Waalaikumsalam. Eh Nilam”.
“Iya Bu, Pipit Ada?”, tanya Nilam sambil mencium tangan Ibu Pipit dilanjutkan dengan Icha, Chaca, Tita, Nining, dan Helma.
“Ada, aduch Pipit masih tidur”.
“Ayo...ayo masuk dulu, sini duduk!”.
Mempersilahkan mereka masuk dan memanggil Pipit ke kamar. Pipit terbangun kaget karena dia ketahuan berbohong. Dengan rasa malu, Pipit keluar menemui teman-temannya. Icha segera mengintrogasi Pipit dengan segludak pertanyaan. Pipit pun tak berani menjawabnya, karena perkataannya tak ada kebenarannya. Kini semua tahu akan kelakuan Pipit terhadap teman-temannya. Mereka sangat terheran-heran menyaksikan kolam renang yang dikatakan Pipit berwujud kolam ikan.  




Nama           :     RIA ANDRIANI
Alamat         :     RT-RW 01/01, Dsn. Krajan,
                           Desa Ngrendeng, Kec. Gondang
                           Kab. Tulungagung
No. HP         :     085 755 798 222
E-Mail          :     Leondri17@gmail.com
http://riandri-mahakarya.blogspot.com

AKU MASIH DISINE DENGANMU...

Kamis, 14 Juli 2011

mandi kopi

AKU MASIH DISINE DENGANMU...
MANDI KOPI

By :  Rian
Leondri17@gmail.com



          Nongkrong di kota....
Briyan, Piko, Jathu, Nick, Emon, dan Emin bergerombol dipinggir jalan tol. Mereka selalu meluangkan waktunya untuk nongkrong bareng, meski tak punya duit penting kumpul ma temen.
            Emon dan Emin, mereka saudara kembar. Perawakan, rupa dan tingkahnya sama. Masalah isi hatinya, Emon yang paling jelek suka mainin perasaan cewek. Sedangkan Emin, setia dengan pasangannya meskipun dia lebih sering disakiti daripada menyakiti, kepolosan Emin sering dimanfaatin para cewek untuk menyakitinya. Mereka berdua saling mencurahkan isi hatinya ketika sedang gundah. Nggak seperti umumnya, anak cowok kembar yang mau curhat dengan kembarannya. Masalah pertemanan, persaudaraan, pribadi, sampai masalah pacar. Saling terbuka satu sama yang lain, menambah keharmonisan hubungan persaudaraan mereka. Emon dan Emin setiap hari tidur bersama tetapi tak seranjang.

By :  Rian
Leondri17@gmail.com




            Pulang sekolah didepan gerbang, Briyan, Piko, Jathu, Nick, Emin sedang menunggu Emon. Dia sedang asyik pacaran dengan Lena dilapangan basket. Tak sabar menunggu Emon, mereka berlima, cabut pulang duluan. Emon memanfaatkan Lena untuk mendekati Mita, teman sekelas Lena. Mita adalah gebetan Emon selanjutnya. Lena merupakan perempuan ke-6 yang akan menjadi mantan Emon,  semua mantannya berada 1 sekolah dengannya. Setiap kali Emon bertemu mantan-mantannya, jurus utama yang dikeluarkan bersikap acuh pada mereka. Belagak nggak kenal, seakan tak pernah terjadi apapun. Emin mengetahui seluk-beluk Emon, dan siapa target selanjutnya. Hanya bisa menuturi, tapi tak pernah digubris dengannya. Emin yang sekali pacaran diputusin cewek, nggak terbesit keinginan untuk mencari pacar lagi. Sepulang dari rumah Emon merebahkan badannya di springbed, Emin langsung terbangun karena terasa ada guncangan. Ranjang Emin yang berada diatas ranjang Emon.
            “Huft........payah-payah”
            “Lu, kenapa man?”, Emin menuruni tangga, dan berpindah keranjang Emon.
            “Gue, bingung min. Bagaimana cara buat mutusin Lena. Alasan apa lagi ya? Hegh.....”, memberantakan rambutnya, sembari melempar dasi dari seragamnya.
            “Mon....Emon. Nggak baik lu,
            kena hukum karma baru tau rasa lu”, Emin meninggalkan Emon yang sedang bingung diatas ranjangnya.
            Eh....min. lu mau kemana,
            bantuin gue dong!”
            “Bosen gue dengerin masalah lu,
            Capek tau. Lu disaranin baik-baik.
            Gue nggak dipedulikan”.
            “Payah lu min, hidup itu butuh sensasi”, menyeleweng dari nasehat Emin.
            “Sensasi nyakitin hati cewek maksudmu”. Emon menelan ludah mendengar Emin berkata demikian. Dari lubuk hati Emon yang terdalam sebenarnya dia menyadari akan jalan yang ditempuhnya salah.
            Hujan mengguyur bumi, meredam hati yang panas. Lena menangis dan berlari pulang, karena dia melihat Emon duduk berdua dengan Mita. Tak hanya duduk bersampingan, tetapi Lena melihat Emon sedang mencium tangan Mita. Lena tak menduga, Emon sejahat itu dengannya. Sejak kejadian itu hubungan Emon dengan Lena bungkam tanpa status. Dibilang pacaran juga nggak dibilang putus hubungan juga nggak. Mereka diam, tak saling menyapa. Emonpun tak menanyakan kelanjutan hubungannya. Mita mulai menjauhi Lena, padahal Lena tak menaruh dendam padanya.
            “kenapa Mita menjauhiku, padahal aku tak sedikitpun marah padanya”, Lena berkata dalam hati, berdiri menatap Mita yang berjalan membelakanginya menjauh, seraya menghindar dari Lena. Lena menyadari, bahwa Emonlah yang bersalah memainkan perasaan perempuan. Lena hanya bisa menyesali, karena dia sudah termakan rayuan Emon. Sakit hati ini sangat membekas direlungnya. Entah kenapa tak ada niat untuk membalas rasa sakit ini pada Emon.
            Selesai main game bersama Briyan, Piko, Jathu, dan Nick, Emon pulang kerumah, dia berjalan denga cepat karena langit mendung. Takutnya dia kehujanan. Padahal 2 jam yang lalu hujan reda kenapa sekarang langit mendung, mau turun hujan lagi kayaknya.
            Malam hari, pukul 18.0 WIB.........
Mita bersama Nining, Neni, Lita, Irma, Desi pergi kerumah Lena. Mereka adalah mantan-mantannya Emon.


            “Tok....tok....”, Mita mengetuk pintu rumah Lena.
            “Iya, sebentar”, teriak Lena dari dalam, berjalan menuju pintu untuk menyambut siapa tamu yang mengetuk pintu. Dibukakan pintunya, Lena terkejut dan tak mengira bahwa yang datang adalah Mita. Mita langsung memeluk lena, “Len....maafin aku”.
            “Iya......, ayo silahkan duduk dulu. Lhoh....Nining, Neni, Lita, Irma, Desi kalian juga ikut?”
Mereka hanya tersenyum dengan Lena, kini Mita membuka pembicaraan. Maksud kedatangannya bersama mereka ini untuk membicarakan masalah Emon. Lena, mulai mengerti, kenapa yang datang kerumahnya perempuan yang ada hubungannya dengan Emon. Sebelum merundingkan masalah Emon, Lena permisi kebelakang untuk membuatkan minum dan menghidangkan kue. Mita mengusulkan untuk memberi pelajaran pada Emon. Awalnya Lena ragu akan usul Mita. Setelah mendapat bujukan yang lainnya Lenapun menyetujuinya. Meskipun masih tercermin diwajahnya sedikit keraguan. Mereka merencanakan sesuatu yang pastinya bakalan jadi pengalaman yang tak dilupakan oleh Emon.
            Cafe Gege, tempat kumpul para remaja. Tentunya dengan suasana cafe yang bernuansa romantis, ditambah dengan pemandangan air mancur plus taman ditengah cafe. Mita mengajak Emon makan di Gege cafe. Dengan senang hati Emon menyanggupi ajakan Mita, tanpa merasa curiga kepadanya. Sementara Lena, Neni, Lita, Irma, dan Desi mempersiapkan sesuatu untuk menggarap Emon. Mereka menunggu kode dari Mita sekiranya tepat.
            “Mbak............”, panggil Emon kepada karyawan cafe.
            “Iya, mas pesan apa?”
            “Kamu apa Mit?”, tanya pada Mita dengan mesra.
            “Cofee”, singkat dengan pandangan sinis ke Emon. Saat Emon menatapnya, kembali ia memasang tampang yang manis.
Mendengar kode dari Mita, mereka mengambil secangkir kopi dan membawanya menuju meja Emon dan Mita. Mereka berada dibelakang Emon, mengelilinginya. Desi memulainya, ia menyapa “Hy.........Emon, inget nggak sama aku”, Emon menengok kebelakang dia mlongo melihat mantan-mantannya berkerumun dengan masing-masing memegang secangkir kopi.
            “Apa-apaan ini”.
            “Udahlah, kamu duduk aja! Nikmatin makan malammu”. Kata Desi sinis karena tak sabar menunggu. Teman-temannya Mita berdiri, mengambil secangkir kopi yang dipesannya.
            “Emon, aku mau kita putus”, menggrujukkan kopi kerambut Emon tanpa rasa takut. Disusul Desi, “Emon sayang, mau nggak jadi pacarku.
            Hahaha”, kali ini Desi menggujurkan kepundaknya sebelah kanan.
            “Emon ...........honey, kamu nyebelin huhuhu”. Neni mengguyurkan dengan kopi dibahu belakangnya. Emon hanya terpaku duduk menunduk karena dia tahu dan menyadari akan kesalahannya dengan mereka.
            “Baby......kamu mau kopi”, “Byuurrr”, tepat didepan muka Emon, diapun memejamkan matanya. Irma tak merasa kasihan dengan Emon, baginya laki-laki playboy seperti Emon harus dikasih pelajaran. Lita bersiap-siap menuangkan kopi ke pundaknya sebelah kiri. “Cintaku padamu sebesar cintamu padaku, ini buat kamu Mon”.
Giliran Lena, dia tak tega melihat Emon terpaku, dan tertunduk tak bergumim sedikitpun. Teman-temannya mengujuk-ngujuki Lena agar segera mngguyur Emon. Dengan tak tega Lena melakukannya, “Emon, maafin aku dan teman-temanku. Aku harap kamu bisa berubah. Wanita itu ada bukan untuk disakiti tetapi disayangi”. Lena berlari keluar menginggalkan Emon dan temannya. Mita, Desi, Irma, Neni, dan Lita menyusulnya dan meninggalkan Emon.




By :  Rian
Leondri17@gmail.com